Tahun
1999 kawasan bandung timur tepatnya kecamatan gede bage masih tidak terlalu
menjadi perhatian masyarakat meskipun rencana pengembangan sudah dilaksanakan
secara administrative, namun isyu tidak begitu diperhatikan karena belum ada
bukti-bukti fisik. Sampai dengan awal tahun 2000an sungai cinambo yang membelah
kecamatan gede bage antara kelurahan ranca bolang dan kelurahan cimencrang
serta ranca numpang masih berupa aliran pengairan yang posisi air berada 1m di
atas badan jalan dengan hanya tumpukkan tanah sebagai pembendungnya. Sehingga
dapat dibayangkan jika suatu saat tanggul sepanjang sungai yang terbuat dari
tumpukkan tanah tersebut jebol, entah apa jadinya kondisi masyarakat di wilayah
tersebut. Benar saja di awal tahun 2000an itu terjadi banjir yang cukup besar
sehingga menggenangi komplek griya cempaka arum hingga 1m. Tahun 2004 atau 2005
(kurang persis tepatnya) sungai cinambo di perlebar dan di perdalam untuk
mengurangi banjir yang semakin hari semakin buruk jika datang hujan. Meskipun
hingga hari ini di perempatan gede bage masih tetap banjir jika mendapat
limpahan air dari wilayah ketinggian seperti : cimenyan.
Tahun
2005 saya tinggal dan menetap di bandung, situasi di komplek griya cempaka arum
ramai akan pro dan kontra mengenai rencana pembangunan di wilayah tersebut,
terutama rencana pembangunan PLTSA (pembangkit listrik tenaga sampah).
Mayoritas warga menolak rencana pemkot untuk mengumpulkan sampah kota bandung
di lokasi yang hanya berjarak ratusan meter dari perumahan, tidak hanya karena
posisi yang dekat perumahan tetapi dampak-dampak lain pun di tolak masyarakat
ketika itu. Salah satu dampak yang di khawatirkan adalah dampak pembakaran yang
akan memproduksi gas beracun dioksin (hasil dari pembakaran plastic), tidak
kurang penolakannya adalah bagaimana tumpukkan sampah akan terkoleksi di
wilayah dekat permukiman, bagaimana antrian truk sampah melewati permukiman,
bau pemandangan tidak sedap akan menjadi pemandangan sehari-hari.
Warga
membentuk sebuah gerakan penolakan, karena gerakan tersebut melibatkan banyak
wilayah bahkan di luar gede bage maka nama gerakan tersebut adalah “ALIANSI”.
Pemimpinnya Muhammad Tabroni, seorang praktisi hukum (pengacara). Lalu warga
juga membentuk sebuah gerakkan sadar lingkungan yang di motori oleh ibu-ibu,
gerakan ini berupa perlawanan yang aplikatif, memberikan alternative lain dalam
pengelolaan sampah, mereka menamakan dirinya FOKAL (forum kader lingkungan).
Aliansi
mendapatkan dukungan yang sangat besar dari masyarakat, terutama masyarakat
griya cempaka arum. Namun seiring waktu berjalan dukungan gerakan aliansi
memudar, para pendukungnya yang terdiri dari kaum intelektual (prof, DR,
praktisi lingkungan), pegawai, politikus sampai pedagang kecil-kecilan mulai
meninggalkan ‘ALIANSI’ alasannya bermacam-macam : PLTSA adalah solusi untuk
menghabisi sampah, menghambat pembangunan, pemerintah patut mendapatkan
dukungan. Entah apa yang terjadi orang-orang yang berada cukup dekat dan
mendukung gerakan yang di komandani oleh Muhammad Tabroni ini balik menyerang
dengan berbagai argumentasi yang sangat ironi dengan komitment yang mereka buat
sendiri. Dengan kata Muhammad Tabroni telah di khianati oleh sebagian kecil
pendukungnya. Meskipun sebagian kecil saja yang berbalik arah menyerang dan
tanpa malu-malu melepaskan komitmen namun mereka terdiri dari tokoh-tokoh yang
pengaruhnya cukup lumayan di masyarakat, atau sekurang-kurangnya mereka dekat
dengan tokoh-tokoh masyarakat bahkan petinggi kota bandung sehingga pengaruhnya
sangat besar dalam gerakan penolakan pembangunan PLTSA.
Tidak
berhenti sampai di situ, para pembelot gerakan penolakan pembangunan PLTSA
balik menyerang ALIANSI, gerakan masyarakat inipun goncang, bahkan banyak dari
pendukungnya kini menjadi apatis kemudian pasrah. Di awal tahun 2008 harga jual
property di griya cempaka arum menurun bahkan ada sebuah rumah bertipe 21 di
jual hanya dengan harga Rp 32,5jt saja, harga yang hanya selisih 1-2juta dari
harga belinya. Suatu hal yang tidak umum dalam bisnis property, masyarakat
mulai berpikir meninggalkan rumah tinggal mereka yang sudah sekian tahun
dicicil dari jerih payah usahanya, mereka beranggapan suatu saat nanti jika
pemerintah bersikeras membangun PLTSA maka harga jualnya akan semakin rendah.
Di
tahun yang sama gerakan FOKAL ternyata lebih progress, masyarakat kota bandung
lebih bisa menerima kegiatan-kegiatan nya, dukungan berdatangan kepada FOKAL
baik berupa sekedar simpati sampai kepada bantuan material dari berbagai
element masyarakat termasuk ‘PARPOL’ yang memang sedang tebar pesona dalam
rangka mendapatkan dukungan seiring dengan pemilu kada kota bandung.
Pemerintahpun tidak diam melihat FOKAL telah mendapatkan dukungan yang
menakjubkan dari masyarakat kota bandung terutama para aktifis lingkungan. PU
melalui dinas tata ruang dan permukiman menggelontorkan bantuan berupa infrastruktur
dan alat-alat kerja untuk mendukung kegiatan FOKAL dalam mengelola sampah di
TPS GCA. Bantuan ini datang seiring dengan tidak becusnya institusi pemerintah,
yaitu PD.KEBERSIHAN dalam menangani sampah kota terutama di TPS GCA.
Anggota-anggota FOKAL kerap mendatangi kantor PD.KEBERSIHAN untuk melayangkan
protes terhadap perlakuan sampah di TPS GCA, yang ujungnya adalah DIRUT
PD.KEBERSIHAN Bapak Cece H. Iskandar memberikan referensi kepada PU untuk
memberikan bantuan kepada FOKAL. Berdirilah TPS dengan pengelolaan sampah
berbasis 3R di Gyiya Cempaka Arum. Detail mengenai FOKAL bisa mengunjungi fo-kalink.blogspot.com.
Lain
FOKAL lain lagi ALIANSI, meskipun kegiatan mereka adalah seputar penolakan
pembangunan PLTSA di dekat permukiman di wilayah Gedebage – bandung timur.
Aliansi kalah dalam berbagai jibakunya di pengadilan, masyarakat semakin
apatis, hal ini diperburuk oleh berbagai element masyarakat yang berbalik
menyerang kepada personal Muhammad Tabroni, kata-katanya adalah “Muhammad
Tabroni memecah belah masyarakat, hari ini masyarakat telah kondusif kenapa
harus di bangun isyu penolakan PLTSA lagi? Sudahlah masyarakat sudah mendukung
pemerintah jangan dikotori dengan kritisi yang bisa memecah belah.”
ALIANSI
terpuruk, FOKAL pun terpuruk, keterpurukan ini diawali dengan pergantian Lurah
Rancanumpang dari Bapak wili kepada Bapak budi hermawan di tahun 2011. Lurah
baru mencoba untuk memasuki birokrasi pemerintah kecil (kelurahan) dengan
benar, segala kegiatan warga harus di bawah pemerintah termasuk kegiatan
pengelolaan sampah di TPS GCA. FOKAL pun luluh lantah karena semua kegiatan
FOKAL dilarang atas nama warga, TPS GCA dikuasai oleh LPM kelurahan
Rancanumpang.
Kegiatan
FOKAL sebenarnya adalah kegiatan yang memadukan edukasi, sosialisasi dan
aplikasi di tataran warga sebagai element terkecil masyarakat dan control
kepada pemerintah, namun karena dalam kegiatannya tidak terjadi kaderisasi dan
dalam tataran sosial berjalan masing-masing maka FOKAL tidak mampu juga
bertahan terhadap tekanan lurah baru yang mengatas namakan warga.
Diantara
proses melemahnya ALIANSI dan FOKAL di wilayah ini muncul ormas BBC yang entah
apa kepentingannya. Beberapa kali BBC mengadakan kegiatan kebersihan dengan
membersihkan ilalang liar di pinggri sungai cinambo dan menempelkan spanduk
kegiatan mereka. Selain itu dimulailah kegiatan pembangunan SUS (stadion utama
sepakbola) hingga hari ini.
Dari
seorang ketua RW kelurahan rancabolang menginformasikan bahwa lahan di wilayah
sekitar rancabolang telah di beli oleh PT.SUMMARECON AGUNG tbk, sebuah
perusahan pengembang property di wilayah jabodetabek yang usahanya kini merambah
ke Bandung, menurut kompas.com perusahaan ini telah membebaskan 100ha lahan
dari targetnya 400ha (http://www1.kompas.com)
dengan biaya awal Rp 800 milyar dan akan di mulai 2-3 tahun ke depan. (bisnis-jabar.com)
100
hektar sudah di akuisisi oleh perusahaan tersebut memang terlihat dengan
terpampangnya plang PT.MAHKOTA PERMATA PERDANA adalah salah satu anak
perusahaan PT.SUMMARECON AGUNG. Meskipun banyak orang beranggapan akuisisi
lahan tanah yang sebagian besarnya adalah sawah tersebut dilakukan oleh
pengembang perumahan adipura (salah satu perumahan yang terdekat) tapi faktanya
bukan, adipura dikembangkan oleh PT.MULTIDAYA KHARISMA dan tidak ada hubungannya dengan PT.MAHKOTA
PERMATA PERDANA alias PT.SUMMARECON tbk.
Mengenai
BUMI ADIPURA, tahun 2011 warga adipura menolak pembangunan fly over (Jembatan layang ini akan menyambungkan jembatan layang
Pasteur (Pasopati) dengan Gedebage dan melintasi daerah Cicaheum, Suci,
Ujungberung hingga tembus Gedebage) yang melintasi perumahan yang telah
dibangun dan terisis penduduk, warga menginginkan relokasi pembangunan flyover
ke lahan yang belum dibangun dan masih kosong. Informasi tersebut sejalan
dengan informasi di lapangan dari salah seorang ketua rw kelurahan rancabolang.
Perlu
diketahui gedebage adalah salah satu daerah di kota bandung yang luas lahan
terbukanya cukup besar dan sampai hari ini masih di dominasi oleh areal
persawahan bertetanggaan dengan desa tegal luar kabupaten bandung yang lahan
terbukanya juga masih luas dan sebagian besar adalah sawah. Ke depan semua akan
lenyap seiring pembangunan kota, tidak ada sawah, tidak ada burung blekok, tapi
tetap banjir, tetap sulit air bersih, sulit kendaraan umum, banyak preman dan
criminal.
Saya
bertanya kepada pak rw setempat, “akan kemana desa ini kemudian pak?” jawabnya
: “hilang…”.
Bagaimana dengan buruk blekok yang katanya adalah salah satu
kebanggaan kota bandung sebagai keperdulian pemerintah kota terhadap ekosistem
kota yang ramah?
Bagaiamana banjir yang hingga hari inipun setiap hujan
datang akan menggenangi perempatan gedebage - jalan raya soekarno hatta,
seiring semakin sedikitnya resapan air dan drainase (saluran air) yang tidak menyelesaikan
persoalan banjir?
Bagaimana pembangunan bisa mengorbankan penduduk yang telah
lebih dahulu ada? Kenapa jauh-jauh hari mereka tidak dilarang untuk tinggal
jika memang akan ada pembangunan yang mengorbankan penduduk? Kenapa pengembang
dibiarkan melakukan pengembangan padahal kemudian hari akan ada pembangunan
yang akan merugikan masyarakat meskipun sebagian kecil?
Pertanyaan terakhir saya adalah, apakah kemudian hari semua
pengorbanan dampak dari pembangunan ini akan menjadikan masyarakat lebih aman,
lebih sejahtera?
Semuanya di jawab pak rw dengan geleng kepala tanpa suara…….
No comments:
Post a Comment